Menanti TPA Untuk Paris Van Java


E-mail this post



Remember me (?)



All personal information that you provide here will be governed by the Privacy Policy of Blogger.com. More...



Photobucket - Video and Image Hosting
Rabu, 11 Mei 2006, pukul 11.00 WIB. Sebagian besar pengendara sepeda motor, maupun pejalan kaki yang melewati kawasan tempat pembuangan sampah sementara (TPS) di Jl. Bungur, Bandung tampak menutup hidung. Begitupun dengan para pengguna mobil tak ber-AC, dengan sigap mereka segera menutup kaca jendela sebelum kendaraan mereka melewati area tumpukan sampah setinggi kurang lebih 3 meter. Orang-orang tersebut tentunya enggan menghirup bau sampah yang menyengat.

Kecuali bagi para pemulung atau orang-orang yang mengais rejeki dari timbunan sampah. Demi mencari plastik-plastik bekas, kertas, atau pun kardus yang bisa mereka jual, mau tidak mau mereka tentunya harus rela menghirup bau sampah itu.

Bagi yang sekedar numpang lewat di jalan tersebut, boleh jadi dengan menutup hidung beberapa saat dan memacu kendaraan lebih cepat sudah cukup untuk menghindar dari bau. Namun bagaimana dengan penduduk sekitar TPS ? Tentunya akan menyusahkan bila harus menutup hidung sepanjang hari. Belum lagi ancaman penyakit yang dibawa pasukan lalat yang siap menyambangi tempat tinggal mereka. Ditambah serbuan belatung yang siap menghantui rumah warga.

Seorang ibu setengah baya yang tidak bersedia menyebutkan namanya mengeluhkan kondisi tumpukan sampah di sekitar tempatnya dan menyesalkan lambannya tindakan pemerintah kota. “Penduduk di sini (jl. Bungur – red) sekarang mah banyak yang sakit. Batuk, pilek, sesak napas, bagaimana ini ?” Keluhnya. “Aneh, kalau Persib (Persib Bandung – red) diurus, dikasih bis baru lagi, tapi ngurus sampah meni susah, sudah berbulan-bulan tidak beres !” tambah dia.

Hendra (31), satpam restoran Ilalang, mengeluhkan hal yang sama. Sejak sampah terus menggunung di TPS Bungur, jumlah pengunjung ke rumah makan tempatnya bekerja turun secara drastis.

“Biasanya restoran ini ramai pengunjung, tapi setelah sampah tidak diangkut-angkut, jarang yang mau makan di sini,” tutur Hendra. Pria berbadan tegap ini juga mengeluhkan udara yang semakin tidak nyaman dan tidak sehat, terutama di malam hari.

Hendra berharap Pemerintah Kota dapat segera menanggulangi permasalahan sampah ini, agar tidak mengancam kelangsungan restoran Ilalang yang menjadi tempatnya mencari nafkah.

***
Sejak musibah longsor menimpa Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah dan TPS sementara di Cicabe habis masa penggunaannya, tumpukan sampah di berbagai TPS di kota Bandung, Kabupaten Bandung dan Kota Cimahi terus menggunung. Dampaknya, seluruh TPS kini lebih layak disebut sebagai TPA sampah, karena limbah yang ada tidak dipindahkan ke TPA yang semestinya ada.

Di beberapa pasar tradisional yang menjadi tempat “persinggahan“ sampah sementara, tinggi tumpukan yang berkisar antara 3 – 4 meter bahkan kini telah mengganggu aktivitas jual beli. Para pedagang mengaku omset mereka turun secara drastis.

Abdullah, misalnya. Pemuda penjual Cakue di Pasar Sederhana ini mengatakan bahwa jumlah pembelinya kini terus menurun. Hal itu terlihat dari jumlah adonan yang ia buat setiap hari. “Biasanya saya menyiapkan adonan 20 kg, tapi sekarang paling 5 sampai 7 kg,” ungkap Abdullah.

Pendapat tersebut dibenarkan Asep, petugas parkir di lokasi yang sama. Kendati menurutnya ia melihat jumlah pengunjung pasar tidak terlalu jauh berbeda. “Jiga biasa weh kang ari anu ka pasar mah, komo enjing-enjing. Mung anu dagang emameun ngirangan pisan anu meserna da jarijjipen (Pengunjung tetap seperti biasa, begitu pun pagi hari, tetap ramai. Namun para pedagang makanan pendapatannya berkurang, karena pembeli merasa jijik),” kata Asep berbicara dalam bahasa Sunda.

Tak hanya berpengaruh kepada omset penjualan. Kondisi tumpukan sampah setinggi 4 meter di TPS Pasar Sederhana itu telah menyita badan jalan, sehingga menyebabkan kemacetan. Belum lagi polusi udara dari bau sampah. Kendati pihak berwenang dilaporkan telah menaburkan kapur, menyemprotkan desinfektan, dan menutup dengan kain terpal, tetap saja baunya tercium hingga kawasan Jl. Jurang yang berjarak sekitar 1 km. Selain itu, cairan leachate juga dikhawatirkan dapat merembes ke sumur-sumur warga yang bisa membahayakan kesehatan.

Entah sampai kapan tumpukan sampah di berbagai TPS ini akan bertahan, satu pekan ? Satu bulan ? Atau dua bulan ? Kepastian hadirnya TPA baru bagi kota Bandung, Kabupaten Bandung, maupun Kota Cimahi hingga kini masih ditunggu. Namun kabar telah mengerucutnya pemilihan lokasi TPA sampah di kawasan Pasir Legok Nangka, Desa Ciherang, Kec. Nagreg Kab. Bandung sedikit melegakan. Semoga saja prosesnya tidak berlangsung lama. (Indra KH)***


0 Responses to “Menanti TPA Untuk Paris Van Java”

Leave a Reply

      Convert to boldConvert to italicConvert to link

 


    Image hosting by Photobucket
    • Indra KH
    • Content Dev, IT Documentation
    • Bandung, Jawa Barat, Indonesia
    • My Profile!
    • Chat with Indra KH

Previous posts

ARCHIVES

BLOGROLL

LINKS

BREAKFAST

Google



    cybermq


blog-indonesia

Indonesian Muslim 

Blogger

karyacipta





Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x


"Hit
Online College Degree