Waah...Cuman Laku Sepuluh

0 comments


Raut wajah Tatang (21) Sabtu (6/8) siang itu terlihat lesu. Ia tampaknya tak bisa menyembunyikan kekecewaanya. Betapa tidak, koran dagangannya, yang memuat lampiran penerimaan Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) 2005 masih menumpuk di tangannya, padahal waktu telah menunjukan pukul 11.00 WIB.

Saat CyberMQ menghampiri Tatang di sekitar terminal bis kota Jl. Dipatiukur Bandung, dengan segera ia menawarkan selembar koran terbitan Bandung, “Cari pengumuman SPMB kan Pak ? Tanya dia.

Kepada CyberMQ, Tatang mengaku tak menyangka bila penjualannya kali ini akan sepi. Meskipun sudah menjelang tengah hari, namun dirinya baru bisa menjual sepuluh eksemplar koran yang memuat lampiran SPMB 2005. Padahal tahun-tahun sebelumnya pemuda asal Garut ini mengaku bisa menjual sedikitnya 50 hingga 60 eksemplar koran.

“Waah.....cuman laku sepuluh,” keluhnya. “Kemaren (tahun lalu – red) mah pak, 50 sampai 60 koran mah ledis (habis – red),” tambah dia dalam logat Sunda medok.

Berpegang pada pengalaman tahun-tahun sebelumnya itulah Ia mengaku berani meminta suplai koran lebih banyak kepada agen, dengan harapan akan banyak calon mahasiswa yang membeli. Namun harapannya itu tampaknya tinggal angan-angan, karena koran di tangannya masih sangat banyak.

Untuk mengurangi kerugiannya, Tatang hanya bisa berharap koran terbitan lain bisa laku terjual, kendati surat kabar itu tak memuat pengumuman SPMB.

Karena Internet
Pengalaman seperti di atas mungkin tak hanya dihadapi Tatang, namun juga dialami beberapa penjual koran lainnya. Penurunan para “pemburu” pengumuman SPMB cara tradisional ini kemungkinan terjadi karena beberapa sebab. Karena Internet misalnya. Situs www.spmb.or.id, yang memuat pengumuman SPMB 2005, jauh-jauh hari sebelum pengumuman bahkan telah memberikan informasi kalau pengumuman ujian itu sudah dapat dilihat para calon mahasiswa PTN pada hari Jumat (5/8), pukul 18.00 WIB.

Adanya pengumuman via internet ini membuat banyak calon mahasiswa akhirnya memilih fasilitas teknologi tersebut, ketimbang menunggu pengumuman di kampus atau surat kabar yang baru bisa mereka peroleh saat tengah malam atau keesokan harinya.

Pada Jumat (5/8) malam lalu, beberapa warnet di bagian utara kota Bandung dari pantauan CyberMQ terlihat cukup ramai pengunjung, terutama para calon mahasiswa. Sheila (18) misalnya, yang ditemui di sebuah warnet di kawasan Dago malam itu mengaku tak sabar menanti hasil pengumuman SPMB. Oleh karena itu ia lebih memilih mengakses internet ketimbang membeli koran. “Penasaran nih, siapa tahu saya lulus, kan bisa lebih tenang daripada nunggu besok, “ ujar lulusan sebuah SMA di kota Madiun itu.

Menunggu Tengah Malam
Seperti tahun-tahun sebelumnya, kebiasaan para calon mahasiswa untuk menunggu terbitnya koran yang memuat pengumuman SPMB di kantor surat kabar atau agen koran saat tengah malam atau menjelang dini hari masih dapat dijumpai tahun ini.

Seperti dikutip Republika (7/8), sejak Sabtu pukul 01.00 WIB, puluhan lulusan SMA sudah mendatangi Jl Asia-Afrika Bandung. Mereka menunggu datangnya koran. Saat koran tiba dan dibagikan pada 01.15 WIB, dengan tidak sabar mereka membuka dan dengan meneliti mencari-cari nama mereka dalam pengumuman SPMB.

Cenderung Menurun
Selain lebih memilih internet, melihat pengumuman di kampus-kampus Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau sekretariat PUML, berkurangnya 'pemburu' surat kabar yang memuat pengumuman SPMB kali ini boleh jadi akibat menurunnya jumlah peminat ujian masuk PTN.

Seperti dilansir Pikiran Rakyat, Kamis (7/5), jumlah peserta SPMB 2005 mengalami penurunan sebesar 7,5 persen dibandingkan dengan tahun lalu. Tahun ini jumlah peserta mencapai 311.000 – an, sedangkan tahun 2004 jumlah peserta mencapai 337.057 orang.

Trend penurunan jumlah peserta SPMB ini terjadi sejak tahun 2000, dengan jumlah 473.402 peserta. Lalu, turun menjadi 458.351 peserta pada tahun 2001, 404.907 peserta pada tahun 2002, 352.601 peserta pada tahun 2003, dan 337.057 peserta pada tahun 2004. (red/mikha)***




Sudah... maafkan aku... segala salahku
Dan bila kau tetap bisu ungkapkan salahmu

Dan aku... sifatku, dan aku khilafku...
Dan aku... cintaku, dan aku rinduku...

Sepenggal lagu 'Ada Apa Denganmu' dari kelompok musik Peter Pan itu mengalir dari mulut Ujang (9) di sebuah perempatan kawasan Dago Bandung. Namun, sang bocah tak sempat meneruskan senandungnya sehingga usai, karena khawatir lampu lalu lintas berubah hijau. Setelah meminta beberapa keping uang recehan kepada penumpang angkutan umum, Ujang setengah berlari menuju trotoar, untuk menunggu lampu merah kembali.

Kepada CyberMQ yang menemuinya Minggu (24/7) sore, Ujang menuturkan dirinya mulai mengamen sejak setahun lalu. Dengan hanya berbekal “kecrek” dari beberapa bekas tutup botol minuman, Ujang mengaku bisa mengumpulkan sedikitnya 25 ribu rupiah dalam sehari.

Uang hasil mengamen tersebut, menurut Ujang, sebagian diberikan untuk orang tuanya. Sedangkan sisanya digunakan untuk membeli nasi bungkus. “Dalapan rebu keur emak, sesana keur meuli sangu warteg. Eh kadang dipake oge keur nu lain (Delapan ribu diberikan kepada ibunya, sedangkan sisanya untuk membeli nasi di warung tegal atau kebutuhan lainnya – red),” ujar Ujang.

Saat didesak kebutuhan lain itu, sambil tersenyum bocah yang belum pernah mengenyam sekolah ini mengaku sebagian uang yang ia dapat diantaranya digunakan untuk “ngelem” bersama teman-temannya, dan setoran kepada bos. Ujang tak menerangkan siapa bos itu, namun yang pasti setiap hari ia mengaku harus menyetor sedikitnya dua ribu rupiah kepada seseorang sang bos tersebut.

***

Potret kehidupan seperti diatas boleh jadi tak hanya dialami Ujang. Jutaan anak Indonesia kini dipaksa atau pun terpaksa kehilangan masa kecil dan masa bermain mereka. Dengan alasan ekonomi, sebagian besar dari mereka terpaksa menjadi pekerja di bawah umur yang sarat akan resiko. Jutaan anak Indonesia kini terjebak dalam situasi penelantaran, ancaman diskriminasi, eksploitasi, dan kekerasan.

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan, bahwa pekerja anak adalah anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun.

Dari tahun ke tahun, jumlah pekerja anak di Indonesia cenderung meningkat. Berdasar Data Sensus Kesejahteraan Nasional (Susenas) tahun 2003, seperti dikutip Antara (26/6), di Indonesia terdapat 1.502.600 anak berusia 10 hingga 14 tahun yang bekerja dan tidak bersekolah, sekitar 1.621.400 anak tidak bersekolah serta membantu di rumah atau melakukan hal lainnya.

Sebanyak 4.180.000 anak usia sekolah lanjutan pertama (13-15) atau 19 persen dari anak usia itu, tidak bersekolah.
Data Susenas juga menyebutkan insiden pekerja anak dan ketidakhadiran di sekolah terbilang tinggi di daerah pedesaan. Di perkotaan sekitar 90,34 persen anak-anak usia 10-14 tahun dilaporkan bersekolah, dibandingkan dengan 82,92 persen di pedesaan.

***

Di Hari Anak Nasional (HAN) tahun ini, pekerjaan rumah bagi bangsa Indonesia terkait permasalahan anak masih sangat banyak. Masalah pekerja anak ini salah satunya. Bangsa ini - terutama pihak Pemerintah - harus membantu memulihkan hak-hak anak-anak, seperti hak pendidikan, kesehatan, dan perkembangan yang layak.

Memang beberapa langkah pemerintah saat ini cukup menggembirakan. Seperti komitmen Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Bulan Juni lalu, Bappenas telah menegaskan komitmennya untuk menghapuskan pekerja anak di seluruh Indonesia menggunakan pendidikan sebagai salah satu kunci penanggulangannya.

Badan PBB yang menangani tenaga kerja, International Labour Organization (ILO), lewat Direktur Eksekutif ILO untuk Standar dan Prinsip-Prinsip Serta Hak-Hak Mendasar di Tempat Kerja, Kari Tapiola, Bulan April lalu menilai pemerintah Indonesia cukup berhasil dalam menangani pekerja anak.

Namun tentu tak cukup hanya itu, Pemerintah pun harus menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak untuk menindak sejumlah perusahaan atau individu yang mempekerjakan anak. Apalagi Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak dan Konvensi ILO No. 182 tentang Pekerja Anak.

Indonesia sudah selayaknya memberikan perhatian terhadap perlindungan anak karena amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 B ayat 2 menyatakan bahwa "Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". (red/mikha)***


    Image hosting by Photobucket
    • Indra KH
    • Content Dev, IT Documentation
    • Bandung, Jawa Barat, Indonesia
    • My Profile!
    • Chat with Indra KH

RECENT POST

ARCHIVES

BLOGROLL

LINKS

BREAKFAST

Google



    cybermq


blog-indonesia

Indonesian Muslim 

Blogger

karyacipta





Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x


"Hit
Online College Degree