Mata Pencaharian Penduduk Nangroe Berangsur Pulih


E-mail this post



Remember me (?)



All personal information that you provide here will be governed by the Privacy Policy of Blogger.com. More...



Image hosting by Photobucket

Masih teringat di benak kita, bagaimana dahsyatnya gelombang tsunami menggulung Nangroe Aceh Darussalam (NAD) dan Pulau Nias setahun lalu. Tepatnya pada hari Ahad, 26 Desember 2004, sekitar pukul 09.00 WIB, menyusul gempa berkekuatan 6,8 Skala Richter (SR) pukul 07.58 WIB. Bencana itu benar-benar meratakan sebagian besar bumi serambi Mekah dan melenyapkan ratusan ribu korban jiwa. Gelombang pasang itu bahkan meluas hingga ke 12 negara : India, Indonesia, Sri Lanka, Thailand, Malaysia, Maladewa, Somalia, Tanzania, Seychelles, Myanmar, Bangladesh, dan Kenya.

Gempa dan tsunami bulan Desember tahun lalu tidak saja menelan korban jiwa di wilayah-wilayah yang terkena dampak, namun juga menyebabkan kerusakan yang parah dibidang sosial, ekonomi dan lingkungan maupun tempat tinggal, terutama di daerah pesisir. Sekitar 64 ribu hektar lahan produktif rusak dan terkontaminasi. Ukuran ini konon setara dengan 6 kali luas kota Paris, 2 kali luas kota London, atau sama dengan 160 ribu kali luas lapangan sepakbola.

Kondisi ekonomi yang sungguh memprihatinkan dialami oleh para korban yang selamat. Sebuah lembaga bantuan Internasional, Oxfam menyebutkan, sedikitnya satu juta pekerjaan lenyap akibat tsunami. Angka pengangguran di NAD meroket, dari 1 berbanding 14 (7%) menjadi 1 berbanding 3 (33 %). Selain kehilangan pekerjaan, para penduduk korban bencana harus rela kehilangan aset dan simpanan mereka, seperti sejumlah uang kas, perhiasan dan properti yang hilang disapu gelombang tsunami.

Para nelayan, petani kecil, buruh, pengusaha industri kecil dan para pengusaha dan pekerja di sektor pariwisata adalah kelompok masyarakat yang menerima dampak terburuk akibat bencana ini. Sebagai contoh, sekitar 70 % dermaga di Aceh dilaporkan mengalami kerusakan parah. Kondisi ini sudah barang tentu merontokkan mata pencaharian para nelayan. Padahal, sebelum bencana pun, penduduk di wilayah pesisir, yang dihuni para nelayan, hampir separuhnya hidup di bawah garis kemiskinan.

Kini, setahun sesudah gempa dan gelombang tsunami terjadi, kondisi di lokasi bencana, terutama Aceh telah berangsur-angsur pulih. Kendati masih menyisakan banyak pekerjaan rumah, seperti sekitar 67.000 jiwa korban gempa dan tsunami di sejumlah kabupaten/kota di Aceh Darussalam dilaporkan masih berada di bawah tenda-tenda darurat, namun menurut data yang diperoleh dari Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD dan Nias, di Banda Aceh, Jumat (16/12), menyebutkan setelah beberapa bulan musibah itu berlalu dan rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dimulai, kini diperkirakan lebih dari 300 ribu orang sudah kembali ke rumah mereka.

Mata pencaharian, yang menjadi prioritas kebutuhan penduduk Nanggroe pun berangsur-angsur pulih. Laporan dari Oxfam menyebutkan, lebih dari setengah penduduk yang terkena dampak tsunami kini telah kembali bekerja. Diperkirakan sekitar 60 % penduduk yang kehilangan mata pencaharian telah bisa “hidup” kembali. Sekitar 70 % perahu nelayan Aceh kini bisa dipergunakan kembali untuk melaut, dan ribuan hektar lahan telah menjalami proses desalinasi (pemurnian dari air laut) sehingga telah siap ditanami kembali.

Memang, kendati kita tidak menutup mata dengan adanya laporan mengenai beberapa NGO's yang tidak berperan sebagaimana mestinya dan mencari kesempatan untuk tujuan yang berbeda, namun berbagai bantuan yang datang ke Aceh pasca tsunami harus diakui turut berperan membantu pemulihan daerah kaya sumber daya alam ini.

Zakaria contohnya. Pemuda asal Aceh yang pernah mengikuti program Pemuda Pelopor Aceh (PPA) di Pesantren Daarut Tauhiid ini mengaku bantuan berupa pelatihan yang mereka terima sangat bermanfaat. Dengan bermodal pelatihan di Bandung, menurut Zakaria, kini dari 94 pemuda yang mengikuti program tersebut ada yang telah berhasil membuka usaha sendiri. Demikian seperti diungkapkannya dalam acara MQ pagi yang dipandu KH Abdullah Gymnastiar, Kamis (22/12).

Hal serupa dirasakan juga oleh para pengemudi becak motor yang tergabung dalam Pertisa, Persatuan Roda Tiga Seluruh Aceh. Sekitar 60 orang pengemudi kini bisa menarik nafas lega untuk kembali mencari nafkah, setelah menerima bantuan pinjaman lunak untuk kredit becak motor dari sebuah NGO's.

Seperti diungkapkan Tarmizi (23), salah seorang anggota Pertisa, mereka kini cukup terbantu dengan kewajiban setoran Rp. 21.000, - / hari untuk mencicil kendaraan roda tiga yang kelak menjadi hak milik mereka. Harga becak motor itu sendiri dipatok pada nilai 15 juta rupiah/ unit.

“Para pengemudi siap membuka lembaran baru setelah bencana tsunami, bantuan yang kami terima sangat membantu”, kata Tarmizi. Setiap pengemudi memahami, bantuan ini akan membuka peluang untuk kembali hidup normal,” lanjutnya.

Meskipun begitu, Tarmizi, salah seorang korban tsunami yang telah kehilangan ibu, saudara perempuan dan saudara laki-laki akibat gelombang tsunami ini tetap berharap, para pengemudi becak lainnya bisa mendapatkan bantuan seperti dirinya untuk memiliki kendaraan sendiri, sebagai jalan untuk mencari nafkah.

Kita akui, jalan untuk membangun kembali bumi serambi Mekah memang masih panjang, namun setidaknya kita bisa ikut merasa bahagia melihat sebagian saudara kita di sana kini mulai bisa tersenyum menyambut lembaran baru setalah pekerjaan mereka kembali. Semoga saja kelak penduduk Nangroe dapat kembali merajut mimpi mereka, Amin. (indra-kh)***


0 Responses to “Mata Pencaharian Penduduk Nangroe Berangsur Pulih”

Leave a Reply

      Convert to boldConvert to italicConvert to link

 


    Image hosting by Photobucket
    • Indra KH
    • Content Dev, IT Documentation
    • Bandung, Jawa Barat, Indonesia
    • My Profile!
    • Chat with Indra KH

Previous posts

ARCHIVES

BLOGROLL

LINKS

BREAKFAST

Google



    cybermq


blog-indonesia

Indonesian Muslim 

Blogger

karyacipta





Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x


"Hit
Online College Degree