Maut Menjemput di Pantai Selatan Jawa


E-mail this post



Remember me (?)



All personal information that you provide here will be governed by the Privacy Policy of Blogger.com. More...



Detik-detik berlalu, dalam hidup ini
Perlahan tapi pasti menuju mati
Kerap datang rasa takut, menyusup di hati
Takut hidup ini terisi oleh sia-sia

Pada hening dan sepi, aku bertanya
Dengan apa ku isi, detikku ini
Kerap datang rasa takut, menyusup di hati
Takut hidup ini terisi oleh sia-sia

Tuhan kemana kami, setelah ini
Adakah Engkau dengar doaku ini
(Detik Hidup ; Iwan Abdulrachman)

Belum kering air mata seusai gempa bumi berkekuatan 5,9 pada skala Richter menguncang kawasan D.I Yogyakarta dan sekitarnya pada 27 Mei 2006 lalu, diikuti letusan Gunung Merapi, dan bencana banjir yang melanda Sinjai, Sulawesi Selatan dan Manado, Sulawesi Utara, serta Gorontalo hingga Kalimantan, Indonesia kini harus menangis lagi.

Senin (17/7), kawasan pantai selatan Jawa Barat – Jawa Tengah disapu tsunami, setelah sebelumnya gempa mengguncang kawasan tersebut 3 kali berturut-turut. Gempa dengan kekuatan 6,8 pada skala Richter (SR), 5,5 SR, dan 6,1 SR diikuti gelombang pasang telah meluluhlantakan pantai selatan Jawa meliputi Pangandaran, Cijulang Cipatujah, Cikalong, Santolo, Sayangheulang Cilacap, Kebumen, Gunung Kidul hingga Parangtritis.

Ketika masuk waktu Ashar Senin (17/7) sore itu, tentu tak seorang pun di wilayah tersebut akan menduga bencana akan datang menghampiri dan menjemput ajal suami, istri, anak, orang tua, tetangga ataupun kerabat mereka. Gempa diikuti suara gemuruh dan gelombang pasang setinggi lebih dari lima meter menyapu ribuan bangunan pedagang kali lima, ratusan perahu nelayan, perhotelan, dan rumah-rumah yang dihuni para korban.

Seperti kisah yang dialami Sahi (50), warga Pangandaran yang ketika itu tengah naik sepeda motor di pinggir pantai. Hingga kini Nining, sang istri belum mengetahui kabar keberadaannya. “Sepertinya tersapu ombak besar hingga sekarang belum diketemukan. Saat ini yang ada hanya sepeda motornya, sedangkan nasib suami saya belum diketahui," katanya seperti ditulis Pikiran Rakyat.

Karto Wikromo dan Karto Rohmadin, asal Desa Banjarsari, Tanjungsari, Gunungkidul, sore itu juga pasti tak mengira bila aktivitas mereka bersama puluhan warga lainnya mencari rumput laut di Pantai Drini mengantarkannya kepada sang Pencipta. Saat laut sedang surut, gelombang air laut setinggi dua setengah meter tiba tiba menghantam dan menyeret mereka sejauh 300 meter ke tengah laut

Di Cikelet, Kabupaten Garut, seorang nelayan bernama Kaman (55) meninggal terimpit perahunya yang mendadak berbenturan dengan perahu lain yang tengah bersandar. Ketika itu ia tengah memperbaiki perahunya yang bocor di Pantai Santolo Cilauteureun.

Usaha Ahmad Nahrowi untuk membahagiakan keluarga dengan mencari nafkah di Jakarta pun ternyata berujung duka. Istri dan kedua anaknya, Aldi dan Zaki menjadi korban keganasan gelombang tsunami. Seperti ditayangkan Metro TV, Ahmad Nahrowi tak kuasa menahan tangisnya saat menyaksikan jenazah anaknya yang masih belia, Aldi, terbungkus dalam salah satu kantong jenazah.

Gempa bumi dan tsunami yang melanda pantai selatan Jawa juga merengut nyawa Dwi Fitriani, warga Ponggok Dua, Jetis, Bantul, D.I.Y. Dwi bahkan menjadi korban saat sedang berduaan dengan seorang pria di Pantai Parangtritis.

Tak hanya warga yang tinggal di sekitar pantai, warga negara asing pun tak luput menjadi korban. Sedikitnya empat warga asing asal Pakistan, Belanda dan Amerika Serikat tewas digulung gelombang pasang.

Bencana gempa bumi dan tsunami pada Senin sore itu juga menerjang kokohnya tembok Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Pemerintah Kabupaten Cilacap mengabarkan terdapat dua dari 90 orang narapidana di LP Nusakambangan yang hilang saat bencana terjadi.

Di Kampung Pasanggrahan, Cipatujah Tasikmalaya gelombang tsunami menyapu sejumlah rumah, termasuk rumah Ny. Dini dan Ny. Cime, penduduk yang tinggal yang tak jauh dari pantai. Alma (4) anak Ny. Cime, dan Rizki (4 bulan) tewas terseret amukan air laut di sore hari itu.

***

Mereka hanyalah beberapa kisah dari ratusan atau bahkan ribuan cerita kepiluan akibat bencana yang datang tanpa mereka duga. Mengutip ungkapan pengasuh Pondok Pesantren daarut Tauhiid, KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym), Selasa (18/7)Tbahwa tidak ada satupun yang bisa menolak terhadap Kehendak Allah, karena apa yang Allah takdirkan bisa terjadi secara tiba-tiba.

“Hikmah pertama yang bisa kita ambil adalah kita harus selalu siap dengan sesuatu yang tidak diduga-duga. Siapa yang menyangka akan ada gempa dan tsunami. Oleh karena itu, jangan menunda amal ibadah, jangan menunda amal kebaikan, jangan menuda untuk bertobat, dan jangan mencoba-coba menggunakan waktu untuk berbuat maksiat,” kata Aa Gym.

Kejadian seperti ini bisa terjadi dimana saja, datang kapan saja, dan menimpa siapa saja. Benar kita harus selalu berhitung, namun tidak semua bisa diperhitungkan. (indra kh)***


0 Responses to “Maut Menjemput di Pantai Selatan Jawa”

Leave a Reply

      Convert to boldConvert to italicConvert to link

 


    Image hosting by Photobucket
    • Indra KH
    • Content Dev, IT Documentation
    • Bandung, Jawa Barat, Indonesia
    • My Profile!
    • Chat with Indra KH

Previous posts

ARCHIVES

BLOGROLL

LINKS

BREAKFAST

Google



    cybermq


blog-indonesia

Indonesian Muslim 

Blogger

karyacipta





Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x


"Hit
Online College Degree